Saturday 1 December 2012

Sekali Jalan-jalan Tetap Makan-makan (Bagian 1 sub bagian 2)

Dipindahkan dari lindacheang.multiply.com
Diposting di MP : 21 September 2006

Bagian 1: Jalan-Jalan sub bagian 2 : Kunjungan singkat ke Singapura

Beberapa kali jalan-jalan saya yang oke adalah dua hari ke Singapura via Batam April, dan Agustus lalu serta empat hari ke Kuala Lumpur pada Mei lalu, sehari di Johor Bahru dan sehari setengah di Melaka pada Agustus setelah dari Singapura. April kemarin saya datang ke Singapura atas permintaan pasangan untuk menemaninya merayakan suatu prestasi. Well, dia yang sponsori, saya tinggal menjalani saja. Supaya tidak memberatkan kocek si pasangan, saya memilih satu paket tiket ke dan dari Batam dan voucher hotel semalam di Singapura dengan free of charge tiket ferry Batam-Singapura pp. Saat itu Singapore Tourism Promotion Board lagi promosi ke Singapura via Batam dengan free ticket ferry bila tinggal minimal semalam di salah satu hotel si Singapura. Lumayan menolong. Saya enggak perlu susah2 isi kartu embarkasi-debarkasi karena dibantu diisikan oleh petugas STB di Batam.

Saya mulai dari perjalanan saya dari Bandung ke Jakarta pada suatu hari Sabtu dengan menggunakan jasa salah satu travel terkenal dengan sistem point to point, menguntungkan sebab saya boleh turun di tempat yang saya suka selama masih dilewati mobil travel tanpa harus ke pool dulu. Saya turun di depan Plasa EX untuk bertemu seorang teman baik saya warga Perancis yang sudah lama menunggu. Singkatnya saya diberi tumpangan di apartemennya yang kebetulan ada kamar kosong, selama semalam dan Minggu siang, saya berangkat menuju Singapura via Batam dengan penerbangan nasional. Ini kali pertama saya menuju Batam.

Tiba di Bandara Hang Nadim, Batam, saya harus menumpang taksi dari Hang Nadim langsung menuju ke Batam Center utuk menumpang ferry ke Singapura. Enaknya taksi dari Hang Nadim ke batam Center harganya resmi Rp 70.000,- mau apapun mereknya. OK, ini pertama kali saya belajar bagaimana menyeberang ke negeri tetangga via laut. Saya belajar check in di konter ferry, dan baru tahu kalo untuk pemegang paspor RI ada harga khusus SGD 15 utk Batam-Singapura pp dengan Batam Fast, belum termasuk seaport Batam SGD 3 dan sea port Harbor Front SGD 10. Tapi harga segitu, sih, cukup reasonable juga, dan enaknya jika via Batam saya, hanya bayar fiskal setengah harga daripada yang harus saya bayarkan jika via udara. Belajar antri di pos imigrasi Batam dan senangnya urusan keimigrasian lancar-lancar saja. Para petugasnya pun, menyapa saya dengan ramah. Saat di konter imigrasi , karena lihat saya dari Bandung karena passport saya diterbitkan imigrasi Bandung dan si bapak itu sempat tanya2 berapa harga bluetooth yang saya pakai untuk HP saya. Mendengar saya dapat harga murah, si bapak jadi kepingin sebab dia beli di Singapura, harganya 3 kali lipat harga yang saya beli, padahal saya beli bluetooth itu di Bandung pas lagi ada program diskon. Hehehe, lumayan cukup bayar 1/6 dari harga asli, loh. Itu satu pengalaman unik jalan-jalan yang saya dapatkan.

Perjalanan kapal ferry kira-kira sejam dan karena cuaca di laut sedang cerah, maka perjalanan rasanya nyaman saja. Sempat lihat sebagian dari Pulau Sentosa, tampak indah dari kejauhan. Tiba di Singapura sudah sore dan saya tinggal semalam dulu di hotel karena pasangan saya baru akan jemput saya pada Senin pagi, sepulangnya dari luar Singapura. Perjalanan dari Pelabuhan Harbour Front ke Newton memang cukup dengan MRT tetapi kaki keburu lelah untuk menyeret koper yang sebetulnya hanya 10 Kg. Belum lagi harus ganti kereta di Dhoby Ghaut. Turun di Newton, masih tertatih-tatih menyeret koper sekitar 200 meteran menuju hotel di Scott’s Road. Tiba di hotel, check in sebentar dan malamnya pergi lagi ke Food Republic di Orchard untuk makan. Lumayan kenyang dan cukup murah pula. Saya sempatkan lihat-lihat sebentar ke Ngee Ann City, kalau-kalau ada barang cendera mata yang bagus tapi ternyata tidak cukup menarik selera saya. Saya pulang ke hotel dan mengisi waktu dengan sengaja nonton film komedi lama yang bintangnya aktor Melayu-Singapura, P Ramlee, yang ditayangkan oleh RTM 2. Saya memang suka film-film klasik. Film saya tonton habis, baru saya tidur.

Senin siang, akhirnya saya bertemu juga dengan teman saya yang menjemput, sedangkan dia sendiri juga baru tiba dari luar negeri. Saya tinggal di apartemennya di kawasan Bukit Timah dan sambil menunggu waktu untuk makan malam, kami diskusikan rencana kami pergi ke tempat-tempat makan yang memang sudah kami incar. Kami berdua memang suka banget jalan-jalan dan makan-makan. Cerita makannya nanti di bagian makan-makan.

Selesai makan, kami duduk-duduk di taman sekitar Esplanade, menghabiskan waktu melihat orang-orang bersantai, ada yang bersama keluarga, ada yang bersepeda. Sewaktu pulang ke apartemen, wah, saya baru menyadari kalau kami itu melakukan “long walk”. Jauh sekali dari Esplanade, ke stasiun MRT City Hall. Dari City Hall turun di Newton, naik bus sekali lagi, dan sampai di sebuah halte bus, kami jalan kaki lagi menuju apartemen. Wah, perjalanan yang panjang, kakipun pegal tetapi kami menikmatinya. Saya sendiri lebih suka jalan kaki daripada naik taksi, untuk jarak tempuh sampai 1,5 KM. Hitung-hitung olah raga sebab saya termasuk jarang bisa punya waktu untuk olah raga, tapi inilah namanya jalan-jalan beneran! Jalan kaki, maksudnya.

Tiba waktunya hari pulang ke negeri sendiri sebab tugas sudah memanggil. Pasangan mengantarkan saya untuk check in di Harbour Front dan sambil tunggu waktu boarding, kami menikmati brunch bersama. Selesai brunch, kami berpisah, teman saya menuju kantornya, saya melihat-lihat sekeliling kalau – kalau ada souvenir yang menarik. Ketemu juga, gantungan untuk HP, saya mendapatkan harga untuk sebuah SGD 3, tetapi kalau minimum beli 2 buah harga menjadi SGD 5 untuk 2 buah, ya, sedikit lebih murah daripada di Pusat Perbelanjaan Mustafa di Syech Alwi Road yang sebuahnya SGD 2.90 fixed price.

Hal positif dibalik membosankannya Singapura yang saya dapatkan selama kunjungan singkat di sana adalah, kenyamanan saat berjalan kaki dan menggunakan fasilitas umum. Para senior citizen yang masih bekerja untuk mengisi waktu mengabdi kepada masyarakat. Saya sempat juga melihat seorang wanita Melayu Singapura menjadi supir taksi mengantarkan penumpang ke hotel tempat saya tinggal. Kebetulan selama pakai taksi, saya dan pasangan mendapatkan supir taksinya selalu para bapak senior citizen. Oh, ya, para supir taksi di Singapura tidak pernah keberatan melayani penumpang untuk jarak dekat dan beberapa diantaranya suka bertanya jalan mana saja yang ingin diambil untuk mempercepat tiba di tujuan. Jarak yang seharga SGD 3 (kira-kira Rp 17.000,-) juga tetap dilayani. Tidak seperti di Jakarta dan di kota saya, walaupun pakai argo, jika taksinya dipesan, harus bayar minimum payment Rp 25.000,-.

Ke Singapura pada 17 Agustus 2006 lalu sebetulnya adaah untuk melakukan general check up karena merasa badan udah enggak enak. Saya sebetulnya sudah coba daftar di dua rumah sakit Bandung, RSHA dan Santosa Internasional Hospital bandung tetapi karena tidak juga mendapat respon, maka akhirnya saya setujui paket yang ditawarkan Raffless Hospital. Tapi perjalan kali ini banyak cerita terjadi. Ke Jakarta pakai travel berangkat jam 8 pagi, kemudian dijemput seorang rekan yang baru pulang dari apel hari merdeka di kantornya, dan langsung meluncur ke Bandara Soekarno-Hatta. Karena kepagian, maka sempat makan siang dulu di salah satu kantin di Bandara yang ternyata murah meriah dan rasa makannya, boleh juga. Saya enggak perhatikan nama kantinnya yang penting rasa makannya enak, apa karena emang lagi laper, ya..

Tiba saat boarding, eh, delay, pula. Saya numpang pake Air Asia utk Jakarta-Batam yang sekitar jam 3 siang. Ternyata baru berangkat sejam lebih dengan alasan menunggu pesawat dari Denpasar. Alamak, bakal telat sampe di Singapore, nih. Benar saja, sampai di Hang Nadim, Batam udah sore dan cepat-cepat pake taksi ke Batam Centre, untuk supir taksinya baik pisan, mau ngebut, tapi mitna izin juga utk bawa teman sekantornya pulang. Saya enggak keberatan asal temannya tida mengganggu saja, dan kelak si supir taksi ini yang menolong saya waktu pulang dari Singapura ke Batam.

Sampai di Batam Centre, pemberangkatan kapal ferry yang tercepat adalah Pk 19.00, ya, sudah, sejam kira-kira sampai di Singapura jam 21.00 waktu Singapura, eh, masih delay juga, leh. Pasangan dan saya saling kirim kabar via sms dan akhirnya si doi enggak tahan laper, makan dulu, lah, dia. Ada hal yang membuat saya sebal setibanya di Harbour Front, yaitu dua orang polisi muda pakai topi miring pula lalu lalang di sekitar pos pemeriksaan imigrasi sambil membawa senapan otomatis. Ah, ya, mudah-mudahan beneran jangan sampai ada teroris mengganggu keamanan.

Setelah antrian panjang dan melewati pemeriksaan barang-barang, akhirnya ketemu juga dengan doi yang udah mondar-mandir nunggu di gate, kasian, juga,tuh. Karena sudah lewat jam makan malam, saya hanya bisa ambil makanan yang tidak berat, jadi kebetulan di Harbour Front ada Bread Talk, ya, itu yang dipilih, lagipula saya udah males makan karena waktu sudah Pk 10 malam lewat, dan mulai jam 2 dinihari harus puasa utk check up. Rotinya ahirnya di makan di kamar hotel karena udah kelelahan. Saya tinggal di Harbour Village hotel, di Kampung Bahru, harganya murah meriah juga SGD 75 semalem standar. Cukup, lah kalo buat tidur saja.

No comments:

Post a Comment