Saturday 1 December 2012

Déjà vu, Udang Sungai Lematang dan Duren Tebing Tinggi.

Dipindahkan dari : lindacheang.mulyiply.com
Poating di Multiply : 2 Oktober 2006

Izin saya kali ini agak sentimentil, sedikit mengenang masa lalu.

Saya pernah numpang posting di Jalansutra soal laporan saya tentang Lobster Noodlle di Min Jiang SG, saat saya mencicipi lobsternya saya merasakan déjà vu, ukuran lobsternya mengingatkan saya akan pengalaman makan Udang Sungai Lematang, di negeri sendiri, pertama di Muara Enim, kedua kali di Baturaja. Sewaktu makan duren di Melaka, ah, déjà vu juga, akan saya boleh mencicipi Duren Tebing Tinggi. Muara Enim, Baturaja, dan Tebing Tinggi, semuanya di Sumatra Selatan.


Berikut selengkapnya.

Pertama kali kenalan sama menu Udang Sungai Lematang Goreng pada 1987 dalam perjalanan darat berkendara dari Bengkulu menuju Palembang, transit di Pagaralam tapi khusus untuk rehat dan makan udang, kami berhenti dulu di Muara Enim. Waktu itu, saya, Papa dan rekan sekerja Papa asal Palembang, berkendara sejak dari Bandara Padang Kemiling, Bengkulu di pagi hari, melewati hutan Sumatra yang masih rapat dan seram serta setiap kali melewati jembatan di atas sungai-sungai kecil, jalanan pasti rusak. Setengah hari berkendara tanpa henti, sore hari sampailah di Muara Enim.

Saya tidak pernah menyangka kalau ada udang air tawar yang bisa sebesar ukuran kepalan tangan orang dewasa. Selama ini kalau saya menyantap udang tambak, paling top, ya, udang windu tapi segede-gedenya udang windu yang pernah saya makan, masih kalah besar dengan udang asal Sungai Lematang itu. Yang tertinggal dalam ingatan saya, olahan udangnya itu membuat tekstur daging udangnya empuk dan saus menteganya sedikit meresap di udangnya. Satu kata untuk menu udang ini : sedap!

Kedua kali saya mencicipi Udang Sungai Lematang yang dimasak goreng saus mentega di kota kecil Baturaja. Kali ini pada 1988, Pama, Mama, saya dan adik, kami berempat jalan-jalan dalam rangka mengisi liburan sekolah sekalian papa juga ada urusan bisnis dengna beberapa pelangan di Lampung dan Sumatra Selatan. Kami berangkat dari Bandung bermobil, 9 jam perjalanan dari Bandung ke Bandarlampung dulu untuk transit, kemudian baru esoknya ke Palembang via Baturaja. Sengaja memang berhenti di Baturaja selain untuk rehat setelah non stop berkendara dari Bandarlampung, kami sediakan waktu untuk makan Udang Sungai Lematang Goreng Saus Mentega tsb. Kadar sedapnya di sini lebih sedap daripada yang di Muara Enim tetapi ukuran udangnya sedikit lebih kecil. Saya enggak mau rugi, saya minta pada ortu untuk diperkenankan menyantap dua ekor udang matang tanpa nasi. Pikir saya, entah kapan lagi saya bisa kembali ke Baturaja dan memang sejak itu hingga sekarang saya tidak pernah kembali lagi baik ke Muara Enim maupun Baturaja. Kalau saya boleh kembali lagi tentu saya akan santap lebih daripada dua ekor udang matang mumpung perut saya dapat di stel kapasitasnya sesuai keperluan, hehehehe…maruk, yah.


Duren Tebing Tinggi

Kisah duren ini dimulai saat selesai makan udang Sungai Lematang di Muara Enim, kami lanjutkan perjalanan dengan tujuan akhir ke Palembang, kami transit di Pagaralam yang sejuk untuk istirahat. Rekan Papa sudah menyiapkan kamar-kamar di penginapan milik seorang Pak Haji, juragan angkutan umum seantero Pagaralam dan Pak Haji ini juga ternyata juragan duren, punya kebun duren luas di Tebing Tinggi dan orangnya ramah sekali. Helpful.

Pagi hari esoknya kerika kami hendak meneruskan perjalanan ke Palembang, beliau memberikan kami secara gratis sebagai buah tangan, Duren Tebing Tinggi hasil produksi kebunnya yang rupanya sedang panen raya. Tidak tanggung, sekarung penuh, itu kira-kira isinya 20 kepala. Ukuran durennya kecil-kecil tetapi rasa daging buah durennya, wahh, manis, legit, dan garing. Sip, lah. Terima kasih buat Pak Haji.

Rekannya Papa bilang pada saya kalau keikutsertaan saya dalam perjalanan Bengkuku - Palembang kali itu ternyata membawa hoki, sebab beberapa kali bolak-balik Bengkulu - Palembang, Papa dan rekan belum pernah sekalipun dihadiahi duren gratis. Hehehe, mungkin saja I am a luck carrier. Sebagai contoh lainnya, Papa bilang, sudah ratusan kali nyebrang Merak-Bakauheni bolak-balik tetapi baru pas pada satu kali kesempatan nyebrang bersama saya saja, Papa bisa melihat seekor ekor lumba-lumba kecil meloncat-loncat tiga kali di Selat Sunda. Aneh tapi nyata. Ah, saya ini lebih percaya kalau pada saat saya datang ke Pagaralam itu, memang waktunya sedang panen duren di kawasan Tebing Tinggi, lalu soal lumba-lumba, itu, mah, bisa jadi ada lumba-lumba nyasar ke Selat Sunda

Balik ke topik cerita tentang Duren Tebing Tinggi. Karena sekarung penuh duren untuk kami kebanyakan akhirnya dibagi-bagi kepada beberapa pelanggannya Papa dan rekan, sehingga kami bawa ke Palembang hanya tujuh kepala. Di Palembang, kami buka dua kepala untuk dimakan, dan sempat bingung bagaimana caranya membawa pulang duren ke Bandung naik pesawat terbang via Jakarta. Solusinya, daging buah duren setelah semua bijinya dibuang, dikumpulkan dalam beberapa kantong plastik tahan panas dan dijepret dengan staples rapat-rapat supaya aromanya tidak keluar. Beberapa bungkus kantong plastik isi duren tsb kami masukkan ke dalam koper dengan ditutupi pakaian yang sengaja kami acak-acak. :D, ( aduh, jadi ngajarin yang enggak bener, nih)

Kelanjutannya? Pertama, lolos dari pemeriksaan X-ray di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin Syah II, Palembang untuk kemudian koper masuk bagasi. Setibanya si Bandara Soekarno-Hatta, lolos juga. Karena enggak tercium aromanya. Dari Bandara, Papa dan saya pulang pakai bus AC dan syukur, aroma durennya enggak keluar sama sekali. Entah apakah cara itu masih jitu sekarang ini? Tiba di rumah, semua bungkusan isi duren tsb dibekukan dulu dalam frezer. Baru beberapa hari berikutnya Mama dengan piawainya membuatkan es krim duren untuk kami sekeluarga. Duren tsb digodok bersama santan dan susu kental manis sebelum dibekukan menjadi es krim Rasanya, wah, extra sedap!!


Minta informasinya, adakah dari rekan pembaca sekalian yang tinggal sekitar Muara Enim dan Baturaja, atau yang asal kedua kota itu, kiranya mengetahui apakah Udang Sungai Lematang tsb masih banyak? Masih besar-besar? Atau jangan-jangan sudah punahkah?

No comments:

Post a Comment