Friday 11 August 2017

Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe - Jejak Kereta Uap Dalam Kartu Pos Kuno

Penulis              : Olivier Johannes Raap
Penerbit            : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
ISBN                  : 
9786024243692
Halaman           : xxvii + 176
Cetakan            : Pertama



Harga                : Rp200.000 (2017)

Naik kereta api, tut, tut, tuuut….

Pembaca yang mengalami masa kecil tinggal di Indonesia sebelum tahun 2000-an, umumnya tahu sepenggal lirik ini dari sebuah lagu anak-anak ciptaan Saridjah Niung Bintang Soedibio alias Ibu Soed. Bunyi tuut, tersebut berasal dari uap yang menggerakkan lokomotif penghela gerbong-gerbong kereta api sebelum akhirnya digantikan lokomotif diesel.

Kata ‘Sepoer’ yang menjadi kata awal judul buku ini diambil dari kebiasaan orang-orang di Pulau Jawa sejak zaman Hindia Belanda untuk menyebutkan kereta api, rangkaian moda transportasi terdiri dari satu lokomotif penghela dan beberapa gerbong untuk penumpang atau barang. Padahal sejatinya kata sepur itu berasal dari kata bahasa Belanda ‘spoor’ yang artinya adalah jalur kereta api, menunjukkan jalan atau trek yang dilalui rangkaian kereta api. Apa daya, salah kaprah tsb terus dilanjutkan hingga kini ketika zaman sudah apa-apa cukup daring alias dalam jaringan, dikenal  sebagai on line.

“Mas Oli, kapan mau launch buku baru?”

Tidak terhitung berapa kali pertanyaan itu dilontarkan. Akhirnya sekarang waktunya!

Dengan sukacita saya persembahkan hasil karya penulisan saya yang terbaru: Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe. Mari kita menikmati romantisme kereta api pada zaman dulu melalui koleksi kartu pos kuno!

Kutipan pernyataan di atas diambil dari bagian pengantar dari si penulis yang diambil dari buku ini. Menggambarkan rasa antusias para pembaca buku-buku sebelumnya. Buku Sepoer oeap ini akhirnya resmi terbit  pada 24 Juli 2017. Bertepatan dengan 150 tahun beroperasinya transportasi kereta rel di Indonesia.

Oli, si penulis asal Belanda kembali menuliskan kepingan sejarah tentang Hindia Belanda yang dilihatnya melalui kumpulan kartu-kartu pos kuno koleksinya dan menyenangkan bahwa satu tema mengenai kereta uap saja, kartu posnya bisa begitu banyak sehingga dapat dijadikan buku untuk dokumentasinya. Maka dari itu satu buku ini khusus membahas tentang kereta uap saja. Siapa yang sangka, dari kumpulan kartu pos kuno tentang kereta uap, bisa digali begitu banyak informasi berharga tentang sejarah sebuah negeri yang dulu bernama Hindia Belanda.


Bagi para pecinta kereta api, buku ini baiknya menjadi salah satu acuan sejarah seputar hal-hal tentang  perkeretaapian di Indonesia. Awal mula lintasan kereta uap dimulai di Jawa Tengah rute Semarang – Tanggung pada 1867, bahkan jauh lebh awal sebelum negara Tiongkok membangun pertama kali jalur perkeretaapiannya pada 1872. Dibangun Jalur rel pertama oleh sebuah perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij(NIS) yang berarti Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda, pada perkembangannya perkeretaapan di Pulau Jawa saat itu, muncul perusahaan –perusahan lain hinggal totalnya pernah ada sampai ada 17 perusahaan perkeretauapan termasuk perusahaan kereta negara  Staats Spoorwegen (SS). Kesemua perusahaan kereta tsb nantinya melebur dan kelak menjadi cikal-bakal DKA, Djawatan Kereta Api yang sekarang ini sudah bertransformasi menjadi PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Tak melulu soal jalur kereta. Dari kumpulan kartu-kartu pos kuno yang berkaitan dengan kereta api ini, dibahas pula mengenai jenis-jenis lokomotif penghela kereta, jalur lebar, jalur sempit, tingkatan stasiun kereta dan masih banyak informasi berharga ditemukan tentang Pulau Jawa tempo doeloe plus ada tamu dari Pulau Sumatra, halaman 158

Tempat yang sekarang ini menjadi tujuan wisata unggulan di Semarang yaitu Lawang Sewu, ternyata di tempo doeloe, merupakan kantor untuk perusahaan kereta uap NIS. Gedung tsb tampil pula di buku ini. Silakan pembaca bandingkan kondisi Lawang Sewu yang di dalam  foto kartu pos kuno dengan kondisi saat ini. Keindahannya tak lekang oleh waktu, apalagi gedung ini benar-benar dirawat oleh PT KAI sekarang.

Banyak hal diungkap dari dokumentasi kartu-kartu pos kuno yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Membaca Daftar Isi saja kita bisa melihat beberapa hal yang terkait dengan jaringan kereta uap. Lintas dan lintasan, dari gula sampai tembakau, stasiun dan jembatan kereta uap dengan  situasi lingkungan sekitarnya sampai di bab terakhir ada sedikit kisah tenang lori monorel yang sebenarnya bukan kereta dan tak ada hubungan langsung dengan kereta uap. Sepertinya lori ini nyasar masuk ke buku ini. Relasi lori ini dengan kereta uap adalah karena kayu. Kayu untuk bahan bakar lokomotif kereta uap, dipanen dan dibawa dengan lori monorel ini.

Tak melulu membahas semua hal teknis yang berkaitan dengan kereta api. Beberapa hal-hal kecil pun dibahas meski tak banyak. Contohnya tentang perangko yang menempel pada beberapa kartu pos, seni arsitektur pada bangunan stasiun, atau istilah Buk Glendeng yang bisa ditemui pada halaman 53. Hal menarik tentang ketinggian di kawasan Priangan dibahas khusus pada bab tersendiri (Bab 4) lengkap dengan lengkungan kelokan dan cerita tentang dua lokomotif yang menghela satu rangkaian kereta. Hal yang masih dilakukan dalam ingatan saya, hingga 2014 untuk rangkaian kereta di Jalur Selatan Pulau Jawa, dari Stasiun Bandung sampai Stasiun Banjar dan sebaliknya.

Sejarah perkeretauapan di Jawa yang meningkat mengikuti pertambahan tahun, ketika kecepatan kereta ssemakin tinggi dan keperluan penggunaan kereta semakin beragam. Maka, akan ditemukan kisah tentang serdadu, jalur gula dan tembakau, bahkan jalur kopi juga ada. Jalur khusus yang lokomotifnya harus menggunakan roda gigi khusus di Bedono yang masih ada hingga saat ini dan tiba pada masa ketika kereta api tanpa api ditandai dengan adanya trem listrik. Berarti di masa itu, Pulau Jawa sudah amat maju untuk transportasi umum dengan kereta. Kemudian ada beberapa bab khusus membahas trem saja sampai tiba trem menjadi kereta api. Pasti akan makin menyenangkan jika dapat membaca buku ini sambil menikmati perjalanan kereta api.

Sekalian memberikan informasi, si penulisnya akan datang ke Indonesia dan akan diadakan acara diskusi buku ini, di beberapa kota di Pulau Jawa. Tunggu saja tanggal mainnya, yak. 


Bandung, 12 Agustus 2017

Linda Cheang