"Foto kamu, tuh, ada di koran PR." kata Papa satu saat.
Lalu Papa menunjukkan koran dimaksud dan memang ada sebuah foto tentang tempat sampah di depan sebuah kantor instansi pemerintah yang sudah tak ada kantongnya.
Gambar di atas adalah foto pertamaku yang dimuat di koran regional tsb, setelah diunggah dulu ke grup fesbuk khusus para netizen, atau para jurnalis yang berasal dari warga awam.
Aku, ya, cukup senang juga walau sebenarnya pemuatan foto karya sendiri di koran lokal itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, bukan untuk dibuat geger atau heboh. Bisa dikatakan, it is not a big deal, anyway, tapi aku suka bila foto itu bisa menggugah kesadaran banyak orang akan hal yang terjadi di kotaku.
Berikutnya masih ada 3 buah fotoku lagi yang dimuat di koran lokal tsb, tentang pot bunga beton yang dipasang di trotoar sehingga menghalangi pejalan kaki, tentang pencemaran Kali Cibeureum sampai yang paling akhir ketika tulisan ini dibuat, sebuah halte bus yang dikelilingi pedagang.
Aku paling menyukai ketika fotoku tentang pencemaran Kali Cibeureum dimuat di koran lokal tsb edisi Hari Minggu, karena fotoku berwarna ditampilkan utuh, dan ealah, koq, pas di halaman yang bersebelahan dengan artikel wawancaranya jurnalis koran lokal tsb dengan Bapa Uskup Bandung yang baru, saat itu Beliau belum tahbisan ketika diwawancara. Kayak boleh ada yang ngatur. Bagi beberapa orang temanku, hal tsb merupakan prestasi atau kehormatan. Bagiku, sih, yah, masih biasa ajah...makanya aku heran juga mendengar pernyataan beberapa teman yang menyanjungku sampai aku merasa sepertinya terkesan berlebihan.
Hal seputar Si Bapa Uskup ini nanti yang justru akan bikin kejutan buat aku sendiri nantinya. Akan kuceritakan di lain artikel, itu pun kalau aku mau. :D
Sebelum postingan foto-fotoku dipasang di koran lokal, sebenarnya aku sudah memulai kegiatan jurnalisme a la warga awam di satu blog yang memang khusus menampung artikel para warga Indonesia atau warga dunia yang bisa berbahasa Indonesia. DI situ aku sudah menjadi kontributor tetap sepanjang lima tahun usia blog jurnalisme warga tsb.
Perihal aku bisa kirim foto-foto untuk dimuat di koran lokal, itu karena aku menjadi anggota di sebuah grup fesbuk khusus netizen dari koran lokal tsb, yang memang khusus untuk posting foto-foto apapun yang memiliki nilai berita atau berupa laporan, khususnya tentang situasi di kotaku. Boleh dikatakan grup fesbuk ini mendorong warga kotaku untuk menyampaikan apapun tentang yang terjadi di kota supaya, menjadi perhatian instansi terkait untuk diperbaiki bila ada yang tidak beres, dan untuk diapriesiasi bersama-sama bila sudah ada peristiwa/hal yang baik dan positif.
Kemungkinan dari aktifnya aku mengikuti berita di grup fesbuk tsb, naluriku menjadi jurnalis a la awam semakin terasah. Maka ketika aku mendapatkan permintaan dari beberapa teman pribadi atas rasa penasaran mereka terhadap Si Bapa Uskup Bandung baru tsb, aku mencoba kegiatan jurnalisme lainnya yaitu : melakukan wawancara. Rupanya empat tulisan artikelku tentang Si Bapa Uskup Bandung baru di blog jurnalisme warga tsb, masih belum bisa menuntaskan rasa penasaran beberapa orang.
Ceritanya jadi wartawan dadakan karena sebelumnya aku lebih sering diwawancara (hehehehe, berasa aku ini orpen), atau aku lebih sering memberikan kontribusi berupa lapanta, alias laporan pandangan mata.
Bersambung.....
Cibeureum - Bandung, 30 November 2014
Sunday, 30 November 2014
Wednesday, 19 November 2014
Gambarku bersama Bapa Uskup Bandung dari Berbagai Kegiatan yang Kuikuti
Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC.
Ditunjuk oleh Sri Paus Fransiskus : 24 Mei 2014
Menjabat uskup : 3 Juni 2014
Ditahbiskan resmi : 25 Agustus 2014
Ditunjuk oleh Sri Paus Fransiskus : 24 Mei 2014
Menjabat uskup : 3 Juni 2014
Ditahbiskan resmi : 25 Agustus 2014
Di St. Ignatius Cimahi - 106 Tahun St Ignatius
Beliau saat itu masih berstatus "Uskup Terpilih"
Sasana Budaya Ganesha Bandung, selepas tahbisan Beliau.
Di acara Ulang Tahun Paroki St. Mikael Waringin, gereja tempat Ema dulu beribadah
Wednesday, 5 November 2014
Pemenang Kedua Lomba Menulis PESTA - Manfaat Belajar Teologi Kristen Bagi Warga Awam
Pengantar :
Tulisanku ini menjadi pemenang kedua dalam Lomba Menulis Artikel Ulang Tahun PESTA ke - 15 dan YLSA ke-20.
Setelah mendapat konfirmasi tegas bahwa benar tulisan ini memenangkan lomba tsb, barulah aku berani publikasikan di sini dan di beberapa tempat.
Tulisanku ini menjadi pemenang kedua dalam Lomba Menulis Artikel Ulang Tahun PESTA ke - 15 dan YLSA ke-20.
Setelah mendapat konfirmasi tegas bahwa benar tulisan ini memenangkan lomba tsb, barulah aku berani publikasikan di sini dan di beberapa tempat.
******
Saya berminat ingin belajar
teologia Kristen tetapi tidak bermaksud ingin menjadi Hamba Tuhan yang melayani di atas mimbar. Apakah bisa?
Seperti Yesus Kristus sudah
bersabda sebelum kenaikanNya ke surga,” Karena itu pergilah, jadikanlah semua
bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28 : 19 –
20)
Maka tugas mengabarkan
Injil bukan sekadar tugasnya para pendeta, penginjil atau pastor/romo/pater,
tetapi tugas kita semua yang telah menjadi anak-anak Allah karena penerimaan kita akan Kristus sebagai
Juru Selamat kita dan pengantara kita kepada Bapa di surga. Kitapun tak perlu kuatir
dengan keadaan kita yang tidak sepandai para pemimpin gereja, karena, toh, Juru
Selamat kita telah berjanji menyertai kita. Maka, semestinya apapun keadaan kita, pekabaran
Injil tidak boleh terhambat atas alasan apapun.
Karya keselamatan Kristus patut untuk
diwartakan ke segala penjuru dunia oleh siapa saja yang sudah menerima
keselamatan tsb. Yesus Kristus pun
tidak secara spesifik
menyebutkan, hanya para Hamba Tuhan, atau pemimpin gereja, penginjil yang harus
kabarkan Injil, tetapi menjadi tanggung jawab kita semua orang Kristen,
sekalipun kita hanyalah warga awam. Bahkan sekalipun kita tidak memiliki pengetahuan teologi sekaliber pendeta atau pastor,
namun hidup sehari-hari kita yang sudah diubahkan Kristus, itulah teologia yang
sebenarnya yang justru mudah dilihat oleh orang-orang belum percaya di
lingkungan sekitar
kita tinggal.
Sayangnya situasi di gereja kadang belum bisa memenuhi kebutuhan kita.
Bisa jadi ada pemimpin gereja, entah itu pendeta
atau pastor, ataupun para penginjil yang memimpin pos-pos
Injil, yang kurang cakap
memberikan pemahaman dengan bahasa yang sederhana kepada umat yang warga awam,
kemungkinan karena
keterbatasan kemampuan mereka untuk mencari bahasa sederhana. Belum lagi, tak setiap umat sama kadar pemahamannya akan isi Kitab Suci alias
Alkitab, karena jarang membaca, apalagi jika diminta setiap hari membaca
Alkitab. Walau sebenarnya kebiasaan membaca Alkitab itu sangat baik untuk membangun
pemahaman sesuai kapasitas pribadi masing-masing individu, karena Roh
Kudus akan membantu menyertai setiap anak-anak Allah, sesuai rencana Allah.
Beruntung pada sauatu saat
beberapa tahun lalu, saya tak sengaja menemukan tautan tentang PESTA ini, Pendidikan Studi Teologia Awam secara daring (dalam jaringan) atau on line, dan kelas pertama yang harus saya ikuti saat itu adalah Dasar Iman
Kristen. Suatu kelas diskusi yang kelak akan membuka wawasan saya mengenai seperti apa iman Kristen
itu dan seharusnya seperti apa pemahaman yang benar tentang Kristus, Juru
Selamat yang saya percayai dan saya terima secara pribadi untuk menjadi bagian hidup saya. Beruntung lagi, para
moderatornya saat itu adalah orang-orang yang memang sudah banyak membantu saya membuka wawasan
lebih baik lagi mengenai Iman Kristen.
Apa yang saya dapatkan dari
mengikuti pendidikan teologia untuk awam tersebut? Banyak tentunya! Mendapat banyak pemahaman baru tentang isi Firman
Tuhan, berbagai istilah,
sampai interaksi dengan teman-teman baru baik dengan sesama peserta kelas atau
moderator, sampai kelak sayapun dipercaya ikut memoderasi beberapa kelas. Bahan
yang diberikan untuk dipelajari dan soal-soal yang harus dijawab sebelum
memulai suatu kelas,
itu semua memotivasi saya untuk semakin rajin membuka lembaran Alkitab di setiap ayat, setiap bagian dan hal ini secara
tak langsung menggugah saya untuk semakin asyik mendalami isi Alkitab.
Tentu saja belum semua
kelas diskusi PESTA dapat saya ikuti sampai lulus. Ada satu kelas yang gagal saya ikuti
di akhir 2013 atau awal 2014 lalu karena kesibukan saya sehingga saya tidak
dapat fokus untuk mengerjakan
soal-soal sebelum kelas diskusi dimulai. Tetapi
syukur kepada Tuhan, PESTA selalu berikan kesempatan di waktu lain, sehingga hal ini membuat saya yakin, kelak
semua kelas PESTA akan saya ikuti sampai lulus.
Namun hal terpenting yang
terjadi pada hidup rohani saya adalah kerinduan saya untuk semakin menggali
lebih dalam lagi kebenaran Firman Tuhan. Semakin saya dibuat
haus untuk menggali kedalaman Firman Allah, semakin banyak saya
mendapatkan pemahaman baru dari hasil menggali tersebut. Hingga, bahwa membaca Alkitab bukan lagi sesuatu hal yang memberatkan saya,
namun saya bisa tiba di suatu kondisi ketika ada satu hari saja terlewat membaca jatah bacaan Alkitab setahun, serasa ada yang kurang
dan kosong dalam hati saya.
Ada beberapa hal lain
manfaat yang dapat saya berikan menjadi kesaksian setelah saya mengikuti
pendidikan teologia untuk awam.
Membangun sesama saudara
seiman
Di gereja tempat saya
beribadah, manfaat dari berbagai kelas diskusi di PESTA dapat saya gunakan
untuk beberapa hal, seperti memberi masukan-masukan baru kepada rekan pelayanan di Sekolah Minggu, menjadi bahan diskusi
ketika saatnya
Pemahaman Alkitab.
Belum lagi ketika gereja kami dilayani oleh pembicara tamu, baik itu pendeta
atau penginjil, saya sempatkan diskusi sejenak dengan mereka, pemahaman yang saya dapatkan dari
kelas-kelas diskusi PESTA amat membantu mempermudah kelancaran diskusi. Bahkan saya bisa berbagi beberapa
bahan Pemahaman Alkitab dari beberapa kelas PESTA yang sudah saya ikuti.
Menjadi penghubung antara
para Hamba Tuhan dengan jemaat
Seringkali di dalam kelas pemahaman Alkitab, ada beberapa jemaat yang
belum dapat memahami penjelasan yang diberikan oleh para Hamba Tuhan, khususnya yang berkaitan dengan dogma teologis seperti Tritunggal, memikul salib, keselamatan hanya melalui Kristus, kematian dan
kebangkitan Kristus. Belum lagi jika dalam acara tsb yang dibahas adalah Kitab Imamat, satu dari sekian kitab yang sulit untuk dipahami.
Saya sendiri takjub karena tidak setiap pendeta/pastor atau penginjil, bisa
dengan mudah menemukan bahasa sederhana untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan seputaran isi
kitab ini, dan ketika
saya boleh membantu memberikan penjelasan berdasarkan pengalaman dari
kelas-kelas diskusi PESTA, Puji Tuhan, banyak
umat yang bisa paham dan dari sisi para Hamba Tuhan juga bisa belajar untuk
“menyederhanakan bahasa
teologia”. Hal ini sesuai dengan satu fungsi gunanya memahami Firman Allah
seperti di ayat 2 Timotius 3:16 : Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang
bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik
orang dalam kebenaran.
Semakin bertumbuh di dalam
Tuhan
Berkat beberapa kelas dalam PESTA, saya jadi banyak
belajar hal-hal baru yang saya temukan, yang sebelumnya saya tidak
mendapatkannya dari sekedar mengikuti ibadah di gereja. Kelas-kelas diskusi berhasil “memaksa” saya
untuk rajin membaca Alkitab dan mencari referensi-referensi buku-buku rohani
lainnya sehingga secara tidak langsung, menggugah saya untuk semakin mempelajari Firman Allah lebih dalam lagi. Hasil dari pendalaman yang semakin baik akan Firman Allah adalah, kondisi rohani saya
yang terasa semakin bertumbuh dari hari ke sehari. Saya jadi makin bersemangat untuk membaca
buku-buku rohani, dan memang, beberapa buku rohani yang telah saya baca,
membuka pengertian saya lebih jauh
lagi. Sebelumnya karena latar
belakang pendidikan saya dari sekuler, tentu saya lebih suka membaca
bahan-bahan bacaan yang sifatnya sekuler pula dan nyaris tak ada minat membaca
buku-buku rohani.
Ini membawa saya ke perubahan selanjutnya, belajar untuk toleran,
lebih bisa menerima
orang lain yang boleh jadi, pemahamannya tidak sama dengan saya, tanpa harus membuat saya merasa
terintimidasi atau saya merasa lebih benar. Saya semakin diingatkan untuk belajar rendah hati, melihat kekurangan dan
kerapuhan diri sendiri,
sehingga saya semakin menyadari, bahwa saya hanya perlu menyerahkan pengharapan
saya kepada Tuhan.
Memberkati orang lain
Ada kalanya saya suka
diajak diskusi oleh teman-teman pelayananan gereja dari beberapa denominasi lain,
sebagai kegiatan untuk saling berdialog. Membuka dialog dalam diskusi khususnya diskusi tentang ajaran agama, tentu memerlukan bahan dan
pengetahuan yang cukup agar diskusi
berjalan baik, bukan menjadi ajang debat kusir.
Diskusi tak hanya dengan
sesama warga Kristen walau beda denominasi, namun ada
kalanya saya juga terlibat diskusi atau dialog dengan para pemeluk agama lainnya. Diskusi/dialog dengan penganut agama lain,
dibatasi dari sisi hal-hal yang sama, misalnya mengenai kebaikan. Saya bisa
menggunakan ilmu yang saya dapatkan dari kelas-kelas PESTA yang sudah saya ikuti dan banyak umpan
balik atau feed back dari peserta diskusi atau dialog yang mendapatkan pencerahan, atau dari rekan-rekan seiman, boleh merasakan
diberkati dari hasil saya berbagi bahan pelajaran kelas-kelas PESTA.
Pekabaran Injil menjadi lebih mudah
Dalam hal pekabaran Injil,
ternyata keadaan saya sebagai warga awam jauh lebih mudah diterima oleh sesama
warga awam lainnya daripada jika saya ini seorang Hamba Tuhan seperti pendeta
atau pastor atau penginjil. Lebih mudah
saya diterima warga awam sebagai seorang pelaku usaha kecil, karena dari
obrolan seputar urusan usaha, bisa masuk penginjilan dengan lebih mudah tanpa terkesan saya sedang
menggurui. Lebih tepatnya, saya bisa berbagi pengalaman tentang karena saya dikasihi Tuhan hingga
jiwa saya diselamatkan oleh Kristus, dengan penyampaian bahasa sederhana yang
dapat dipahami warga awam, membuat penginjilan tidak terasa seperti sedang
sengaja menginjili orang lain.
Menjadi pengampu Kelas-Kelas PESTA Daring
Saya bersyukur dipercaya
oleh para pengasuh SABDA, untuk telah diajak menjadi moderator atau pengampu
beberapa kelas PESTA, khususnya Kelas Dasar Iman Kristen yang sudah beberapa
kali saya terlibat mengampunya.
Kesempatan menjadi pengampu
kelas diskusi bukan
berarti saya ini lebih pintar dari para peserta diskusinya, namun saya
melihatnya sebagai kesempatan pengembangan diri, karena mewnjadi pengampu pun
dituntut untuk tahu cukup banyak referensi pendukung yang dapat memperkaya isi diskusi, terlebih lagi para peserta diskusi yang juga umumnya adalah warga awam, bisa mendapatkan manfaat dari diskusi yang diikutinya, dengan harapan agar pemahaman para peserta akan Firman Allah semakin baik dan semakin dalam.
Sayapun mendapat manfaat
lain dengan menjadi pengampu kelas-kelas diskusi PESTA, yaitu kemampuan mengampu diskusi non daring. Manfaat lainnya adalah dengan kesukaan saya
menulis baik di blog sendiri ataupun di beberapa media jurnalisme warga, berkat
pengalaman mencari referensi sebagai pengampu, sayapun terbiasa mencari referensi yang
memadai sebelum membuat tulisan, sehingga akhirnya ketika tulisan saya dibaca banyak orang, maka tak hanya informatif, namun lebih dari itu, isi tulisan saya boleh
semakin memberkati banyak orang dan dengan menulis ini, merupakan satu cara saya untuk pekabaran Injil dengan lebih
luas lagi.
Seperti tertulis di
Amsal 27:17 : Besi menajamkan besi, orang menajamkan
sesamanya, saya berharap, hal yang saya bagikan in juga bisa “menajamkan” warga awam yang masih ragu untuk belajar teologia Kristen, dan bagi
para rekan-rekan sejawat dalam pelayanan di gereja, agar semakin merasakan indahnya
dikasihi Tuhan sehingga ketika kita sebagai pelayan Kristus, melakukan
perintahNya, yaitu Ut Diligatis Invicem*), “Kasihilah seorang akan yang lain." (Yohanes 15 : 17), maka menjalankan perintah itu
menjadi sesuatu hal ang menyenangkan untuk dilakukan.
Saya berharap melalui tulisan saya ini, akan banyak warga awam yang mau tergugah
untuk belajar teologia Kristen tanpa harus ragu lagi.
Kiranya kasih karunia dari Allah Bapa, sukacita, damai sejahtera dari Yesus
Kristus, penyertaan dari Roh Kudus, menyertai kita semua, sekarang sampai
selamanya.
Amin.
Bandung, 15 September 2014
Linda Cheang
*) Merupakan motto dari Keuskupan Bandung sejak Juni 2014, yang menjadi
dasar serta inspirasi
pelayanan saya, untuk para warga awam lainnya, membawa banyak jiwa kepada Kristus
Subscribe to:
Posts (Atom)